Model
pembelajaran adalah bingkai dari penerapan suatu pendekatan, strategi,
metode, dan teknik pembelajaran. Model pembelajaran adalah rangkaian strategi,
metode, dan teknik pembelajaran dalam satu kesatuan yang utuh. Jadi, model
pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari
awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.
Menurut Arends
(1997), model pembelajaran menyiratkan sesuatu yang lebih besar
daripada strategi, metode, atau langkah-langkah. Model pembelajaran mencakuppendekatan,
luas keseluruhan pembelajaran. Sebagai contoh,
model pengajaran berbasis masalah (problem-based
instruction) melibatkan kelompok kecil siswa yang bekerja
sama untuk memecahkan masalah demi kepentingan bersama kelompok. Dalam
model ini, siswa menggunakan berbagai keterampilan berpikir pemecahan masalah
dan langkah-langkah kritis. Dengan
demikian, satu model pembelajaran dapat menggunakan sejumlah
keterampilan metodologis atau prosedural seperti mendefinisikan masalah,
mengajukan pertanyaan, melakukan penelitian, melakukan diskusi dan berdebat
menemukan temuan, bekerja bersama-sama, menciptakan karya, dan
presentasi. Model pembelajaran memiliki empat atribut strategi atau
prosedur yang khas yaitu (Arends, 1997):
·
Dasar pemikiran teoritis yang koheren
·
Ditujukan pada hasil belajar
·
Diperlukan perilaku mengajar
·
Diperlukan struktur kelas
Arends (1997)
juga menyatakah bahwa model pembelajaran diklasifikasikan
berdasarkan tujuan pembelajarannya, sintaks mereka (pola berurutan),
dan sifat lingkungan belajar mereka. Penggunaan model yang
khas memungkinkan guru untuk mencapai beberapa
tujuan pembelajaran. Model pengajaran langsung (direct
instruction) misalnya, adalah metode yang baik untuk membantu para siswa
mempelajari keterampilan dasar seperti tabel perkalian atau tempat geography.
Namun, tidak cocok untuk mengajar konsep-konsep matematika tingkat yang lebih
tinggi atau membantu siswa memahami pengaruh topografi bumi pada produksi
pertanian.
Sintaks dari
model pembelajaran adalah tahapan-tahapan yang mengacu
pada alurkeseluruhan atau urutan langkah dalam proses pembelajaran.
Sintaks satu pelajaran menentukan apa jenis kegiatan guru
dan kegiatan siswa yang diperlukan, urutan tindakanyang dilakukan,
dan tugas tertentu yang diberikan pada siswa. Sintaks dari
modelpembelajaran memiliki hal-hal tertentu yang sama. Misalnya, hampir
semua perintah dimulai dengan memperoleh perhatian siswa dan membuat
mereka termotivasi untuk terlibat dalam kegiatan belajar. Demikian
juga, kebanyakan model menggunakan beberapa bentuk langkah
penutupan dimana guru dan siswa merangkum atau meninjau apa yang telah
dipelajari. Sintaks dari model pembelajaran juga terdapat perbedaan.
Urutan kegiatan pelajaran di pengajaran langsung (direct instruction)
misalnya, jauh berbeda dibandingkan di pelajaran diskusi
kelompok (group discussion lesson).
Masing-masing
model melibatkan perberbedaan lingkungan belajar dan sistem
pengelolaannya. Setiap pendekatan menempatkan permintaan yang
berbeda pada siswa, pada ruang fisik, dan pada
sistem sosial kelas. Pembelajaran kooperatif (cooperative
learning) misalnya, memerlukan lingkungan fisik luwes yang
mencakup fitur seperti meja dipindah-pindahkan. Diskusi biasanya dilakukan
ketika siswa duduk dalam lingkaran atau pengaturan tapal kuda.
Sebaliknya, di pengajaran langsung (direct instruction) bekerja
dengan baik jika siswa duduk menghadap guru. Demikian pula, pendekatan
pengajaran yang berbeda membuat tuntutan tugas yang berbeda pada siswa, dan ini
memerlukan strategi pengelolaan tertentu.
Dalam pengajaran langsung, penting bagi siswa untuk diam
dan memperhatikan apa yang dikatakan dan dilakukan oleh guru.
Namun, selama pembelajaran kooperatif, justru penting jika siswa
berbicara satu sama lain.
Model pembelajaran Cooperative Learning tidak sama dengan sekadar belajar dalam
kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran Cooperative Learning yang membedakannya dengan pembagian kelompok
yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prosedur model Cooperative Learning dengan benar akan memungkinkan pendidik
mengelola kelas dengan lebih efektif.
Model pembelajaran Team
Games Tournament (TGT) dan Group
Investigation (GI) merupakan dua buah model pembelajaran
koperatif yang akan diangkat dalam makalah ini. Model ini memberi kesempatan
pada siswa untuk bekerja berkelompok dan bekerja sama dengan orang lain.
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai
berikut :
1.
Apakah yang dimaksud dengan pembelajaran koperatif (Cooperative Learning)?
2.
Bagaimana sintaks pembelajaran model Team Games
Tournament (TGT) dan Group
Investigation (GI)?
3.
Apa kelebihan dan kekurangan model Team Games
Tournament (TGT) dan Group
Investigation (GI)
1.
Untuk mengetahui pembelajaran koperatif (Cooperative Learning).
2.
Untuk mengetahui bagaimana sintaks pembelajaran model Team
Games Tournament (TGT) dan Group
Investigation (GI).
3.
Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan model Team
Games Tournament (TGT) dan Group
Investigation (GI).
Cooperative
Learning (Pembelajaran Koperatif) adalah salah satu bentuk pembelajaran yang
berdasarkan pada pendekatan konstruktivis. Cooperative
Learning merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota
kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas
kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling
membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam Cooperative Learning, belajar dikatakan belum selesai jika salah
satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Unsur-unsur dasar dalam Cooperative
Learning adalah sebagai berikut : (Lungdren, 1994)
1.
Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka
“tenggelam atau berenang bersama.”
2.
Para siswa harus memiliki tanggungjawab terhadap siswa
atau peserta didik lain dalam kelompoknya, selain tanggungjawab terhadap diri
sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.
3.
Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua
memiliki tujuan yang sama.
4.
Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggungjawab di
antara para anggota kelompok.
5.
Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan
yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.
6.
Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka
memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar.
7.
Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan
secara individual materi yang ditangani dalam kelompok koperatif.
Menurut
Thompson, et al. (1995), Cooperative
Learning turut menambah unsur-unsur interaksi sosial pada pembelajaran
sains. Di dalam pembelajaran koperatif siswa belajar bersama dalam
kelompok-kelompok kecil yang saling membantu satu sama lain.
Kelas
disusun dalam kelompok yang terdiri dari 4 atau 6 orang siswa, dengan kemampuan
yang heterogen. Maksud kelompok heterogen adalah terdiri dari campuran
kemampuan siswa, jenis kelamin, dan suku. Hal ini bermanfaat untuk melatih
siswa menerima perbedaan dan bekerja dengan teman yang berbeda latar
belakangnya.
Pada Cooperative Learning diajarkan
keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam
kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, siswa diberi lembar kegiatan
yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama
kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan (Slavin,
1995).
2.1.2
Ciri-ciri Cooperative Learning
Beberapa
ciri dari pembelajaran koperatif adalah;
a.
Setiap anggota memiliki peran
b.
Terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa
c.
Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas
belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya
d.
Guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan
interpersonal kelompok
e.
Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat
diperlukan (Carin, 1993).
Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik Cooperative Learning
sebagaimana dikemukakan oleh Slavin (1995), yaitu:
Cooperative
Learning menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk memperoleh penghargaan
kelompok. Penghargaan kelompok diperoleh jika kelompok mencapai skor di atas
kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan
individu sebagai anggota kelompok dalam menciptakan hubungan antar personal
yang saling mendukung, saling membantu, dan saling peduli.
b.
Pertanggungjawaban individu
Keberhasilan
kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari semua anggota kelompok.
Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan pada aktivitas anggota kelompok
yang saling membantu dalam belajar. Adanya pertanggungjawaban secara individu juga
menjadikan setiap anggota siap untuk menghadapi tes dan tugas-tugas lainnya
secara mandiri tanpa bantuan teman sekelompoknya.
c.
Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan
Cooperative
Learning menggunakan metode skoring yang mencakup nilai perkembangan
berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari yang terdahulu.
Dengan menggunakan metode skoring ini setiap siswa baik yang berprestasi
rendah, sedang, atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan
melakukan yang terbaik bagi kelompoknya.
2.1.3
Tujuan
Cooperative Learning
Tujuan
Cooperative Learning berbeda dengan kelompok tradisional yang menerapkan sistem
kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang
lain. Sedangkan tujuan dari Cooperative Learning adalah menciptakan situasi di
mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan
kelompoknya (Slavin, 1994).
Model
Cooperative Learning dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan
pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim, et al. (2000), yaitu:
a)
Hasil belajar akademik
Dalam
belajar koperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki
prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli
berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami
konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model
struktur penghargaan koperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada
belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar.
Di samping
mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, Cooperative Learning
dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas
yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.
b)
Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain
model Cooperative Learning adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang
berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan
ketidakmampuannya. Cooperative Learning memberi peluang bagi siswa dari
berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada
tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan koperatif akan belajar
saling menghargai satu sama lain.
c)
Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan
penting ketiga Cooperative Learning adalah, mengajarkan kepada siswa
keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial,
penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam
keterampilan sosial.
2.2.1
Pengertian Teams Games Tournaments
Teams
Games Turnament (TGT) merupakan jenis
pembelajaran yang berkaitan dengan STAD (Student-Teamss-Achivement-Division)
dimana dalam pembelajaran ini siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang
beranggotakan 4-5 orang yang mempunyai kemampuan dan latar belakang yang
berbeda untuk mencapai ketuntasan belajar. Dalam Teams Games Turnament (TGT) siswa memainkan permainan dengan
anggota team lain untuk memperoleh tambahan poin pada skor team mereka. Permainan disusun dari
pernyataan-pernyataan yang relevan dengan pelajaran yang dirancang untuk mengetes pengetahuan yang diperoleh
siswa dari penyampaian pelajaran di kelas dan kegiatan-kegiatan kelompok.
Permainan itu dimainkan pada meja-meja turnamen. Setiap meja turnamen dapat
diisi oleh wakil-wakil kelompok yang berbeda namun yang memiliki kemampuan yang setara.
TGT menambahkan
dimensi kegembiraan yang diperoleh dari penggunaan permainan. Teman satu tim
akan saling membantu dalam mempersiapkan diri untuk permainan dengan
mempelajari lembar kegiatan dan menjelaskan masalah-masalah satu sama lain,
memastikan telah terjadi tanggung jawab individual (Robert E. Slavin, 2008).
TGT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yaitu pertandingan
permainan tim, siswa memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk
memperoleh tambahan poin pada skor tim mereka. Permaianan disusun atas
pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan pelajaran yang dirancang untuk
mengetahui pengetahuan yang diperoleh siswa dari penyampaian pelajaran di kelas
dan kegiatan-kegiatan kelompok. Permainan itu dimainkan pada meja-meja turnamen
dapat diisi oleh wakil-wakil kelompok yang berbeda, namun yang memiliki
kemampuan setara. Permainan itu berupa pertanyaan yang ditulis pada kartu-kartu
yang diberi angka. Tiap-tiap siswa akan mengambil sebuah kartu yang diberi
angka dan berusaha untuk menjawab pertanyaan yang sesuai dengan angka tersebut.
Turnamen ini memungkinkan bagi tim untuk menambah skor kelompoknya bila mereka
berusaha dengan maksimal. Turnamen ini dapat berperan sebagai review materi
pelajaran.
Menurut Slavin (buku Etin Solehatin dan Raharjo), dalam model
pembelajaran tipe ini setelah siswa belajar dan bekerja secara koopratif, siswa
diajak dalam suatu permainan akademik yang disebut dengan Teams Games Tournaments.
Pada permainan ini, yang dilakukan pertama kali adalah menempatkan siswa-siswa
sebagai peserta tournament dalam meja-meja turnamen. Siswa-siswa tersebut
mewakili kelompoknya masing-masing. Tiap meja tournament ditempati oleh empat
atau lima orang peserta, dengan pedoman bahwa diusahakan agar tidak ada peserta
berasal dari kelompok yang sama.
Permainan itu
berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis pada kartu-kartu yang diberi angka.
Tiap-tiap siswa akan mengambil sebuah kartu yang diberi angka dan berusaha
menjawab pertanyaan yang sesuai dengan angka tersebut. Turnamen ini memungkinkan bagi siswa dari semua
tingkat untuk menyumbangkan dengan maksimal bagi skor-skor kelompoknya agar
mereka berusaha dengan maksimal. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Turnament (TGT) dilaksanakan dalam beberapa
tahap seperti :
Pada tahap ini materi model pembelajarn kooperatif Teams
Games Turnament (TGT)
dirancang sedemikian rupa untuk pembelajaran secara kelompok. Sebelum
menyajikan materi pembelajaran dibuat lembar kegiatan dan lembar jawaban yang
dipelajari oleh siswa-siswa dalam kelompok-kelompok.
2.
Menetapkan siswa dalam
kelompok-kelompok kooperatif
Kelompok-kelompok dalam kooperatif model TGT beranggotakan 4
sampai dengan 5 orang yang terdiri dari siswa pandai, sedang dan kurang. Selain
itu guru juga mempertimbangkan kriteria heterogensinya. Beberapa petunjuk dalam
menentukan kelompok-kelompok kooperatif seperti berikut ini:
b.
Menentukan jumlah kelompok
c.
Membagi siswa dalam
kelompok
d.
Menyiapkan siswa untuk
belajar kooperatif
Kegiatan pembelajaran
kooperatif terdiri dari 5 tahap kegiatan beruntun yaitu: penyajian materi,
kerja kelompok, kegiatan kelompok, permainan tim, evaluasi dan penghargaan
kelompok.
Kegiatan pembelajaran
model TGT dimulai dengan penyajian material pelajaran yang ditekankan pada
hal-hal sebagai berikut:
Menekankan pada apa
yang akan dipelajari siswa dalam kelompok dan menginformasikan mengapa hal itu
penting. Informasi tersebut ditujukan untuk memotivasi rasa ingin tahu siswa
tentang konsep-konsep yang mereka pelajari.
ü Mengembangkan materi pembelajaran sesuai dengan apa yang akan dipelajari
dalam kelompok.
ü Pembelajaran kooperatif menekankan bahwa belajar adalah memahami
makna dan bukan menghafal.
ü Sering mengontrol pemahaman siswa dengan memberikan
pertanyaan-pertanyaan.
ü Memberikan penjelasan mengapa jawaban dari pertanyaan itu benar atau salah.
ü Beralih pada konsep lain, jika siswa sudah memahami masalahnya
(Robert, 1998)
a.
Menyuruh siswa mengerjakan
soal-soal atau memberikan jawaban-jawaban dari pertanyaan yang akan diberikan.
b.
Memanggil siswa secara
acak untuk menjawab atau menyelesaikan soal supaya mempersiapkan diri
sebaik-baiknya.
c.
Pemberian tugas tidak
boleh menyita waktu terlalu lama dan langsung diberikan umpan balik (Robert,
1998)
Guru membagikan LKS
kepada setiap kelompok sebagai bahan yang akan dipelajari siswa. Di samping
untuk mempelajari konsep-konsep materi pelajaran LKS juga digunakan untuk
melatih keterampilan dalam pembelajaran kooperatif terhadap siswa. Dalam kerja
kelompok, setiap siswa mengerjakan tugas secara mandiri dan selanjutnya saling
mencocokkan jawaban dengan teman sekelompok siswa masing-masing. Jika ada
seseorang anggota yang belum memahami, maka teman-teman sekelompoknya
bertanggung jawab untuk menjelaskan. Jika ada pertanyaan sebaiknya menyatakan
kepada semua anggota kelompok terlebih dahulu sebelum menanyakan kepada guru.
Dalam kegiatan guru yang memonitor kegiatan masing-masing kelompok dan terlibat
jika diperlukan.Sebelum memulai belajar dalam kelompok hendaknya guru
menetapkan kelompok dalam kooperatif berikut ini:
1.
Siswa mempunyai tanggung
jawab untuk memastikan teman kelompoknya telah mempelajari pelajaran.
2.
Tidak seorangpun siswa
selesai belajar sebelum anggota kelompok menguasai materi pelajaran.
3.
Meminta bantuan pada teman
satu kelompok sebelum meminta bantuan guru dan dalam satu kelompok harus saling
berbicara sopan.
Setelah diadakan kegiatan kelompok dan siswa sudah belajar
dengan tuntas, maka kegiatan selanjutnya adalah permainan tim untuk memperoleh
tambahan poin skor tim. Masing-masing siswa memainkan permainan dengan anggota
tim lain, permainan ini dilakukan dalam tahap berikut:
1.
Tiap-tiap kelompok memilih
perwakilan kelompok yang dianggap memiliki kemampuan yang lebih.
2.
Tiap-tiap wakil kelompok
menempati meja turnamen yang telah disediakan.
3.
Tiap-tiap siswa dari wakil
kelompok yang diberi angka dan berusaha untuk menjawab pertanyaan tersebut.
4.
Skor yang diperoleh siswa
ini merupakan skor kelompok.
Masing-masing siklus disediakan evaluasi yang dilaksanakan
selama 45 menit dengan jumlah soal 5 nomor Essay. Evaluasi dikerjakan secara
mandiri dan siswa harus menunjukkan apa yang telah dipelajari secara individu
selama bekerja dalam kelompok. Hasil evaluasi digunakan sebagai hasil
perkembangan individu.
Dalam memberikan penghargaan terhadap prestasi kelompok terdapat
tiga tingkatan penghargaan:
1.
Kelompok baik (good
teams)
2.
Kelompok hebat (great
teams)
3.
Kelompok super (super
teams)
2.2.2
Langkah - langkah Pembelajaran TGT
Secara runtut implementasi TGT terdiri
dari empat komponen utama, antara lain:
b)
Siswa dibagi atas beberapa
kelompok
c)
Guru mengarahkan aturan
permainannya
Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut.
Siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat orang yang merupakan
campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku. Guru menyiapkan
pelajaran dan kemudian siswa bekerja di dalam tim mereka untuk memastikan bahwa
seluruh anggota tim kelas menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya, seluruh siswa
dikenai kuis, pada waktu kuis ini mereka tidak dapat saling membantu.
2.2.3
Aturan (Skenario) Permainan
Dalam suatu permainan terdiri dari dua
kelompok pembaca, kelompok penantang I, kelompok penantang II, dan seterusnya
sejumlah kelompok yang ada.
· Kelompok pembaca bertugas :
1.
Ambil kartu bernomor dan
cari pertanyaan pada lembar permaian
2.
Baca pertanyaan
keras-keras
· Kelompok penantang I bertugas menyetujui pembaca atau member jawaban
yang berbeda.
· Sedangkan kelompok penantang II bertugas :
1.
Menyetujui pembaca atau
memberi jawaban yang
berbeda.
2.2.4
Kelebihan dan Kekurangan
Teams Games Tournaments (TGT)
Kelebihan TGT diantaranya adalah :
1.
Siswa lebih temotivasi
untuk belajar agar dapat memberikan dan menciptakan suasana belajar yang
menyenangkan.
2.
Meningkatkan interaksi
siswa secara aktif dan melibatkan segenap kemampuan yang dimiliki siswa.
3.
Menuntut rasa tanggung
jawab siswa untuk berbuat terbaik bagi kelompoknya.
4.
Meningkatkan prestasi
belajar siswa.
Kekurangan TGT adalah kurang efisien terhadap waktu yang ada
karena membutuhkan waktu yang lama dalam persiapan turnamennya.
2.3
MODEL PEMBELAJARAN GROUP
INVESTIGATION (GI)
2.3.1
Pengertian
Pembelajaran Model Investigasi Kelompok (Group Investigation)
Investigasi atau penyelidikan merupakan kegiatan
pembelajran yang memberikan kemungkinan siswa untuk mengembangkan pemahaman
siswa melalaui berbagai kegiatan dan hasil benar sesuai pengembangan yang
dilalui siswa. Kegiatan belajarnya diawali dengan pemecahan soal-soal atau
masalah-masalah yang diberikan oleh guru sedangkan kegiatan belajar selanjutnya
cenderung terbuka, artinya tidak terstuktur secara ketat oleh guru, yang dalam
pelaksanaannya mengacu pada berbagai teori investigasi.
Pada investigasi, siswa belajar secara bebas,
individual atau kelompok. Guru hanya bertindak sebagai motivator dan
fasilitator yaang memberikan dorongan siswa untuk dapat mengungkapkan pendapat
atau menuangkan pemikiran mereka serta menggunakan pengetahuan awal mereka
dalam memahami situasi baru. Guru juga berperan dalam mendorong siswa untuk
dapat meperbaiki hasil mereka sendiri maupun hasil kelompoknya. Kadang mereka
memang memerlukan orang lain, termasuk guru untuk dapat menggali pengetahuan
yang diperlukan, misalnya melalui pengembangan pertanyaan- pertanyaan yang
lebih terarah, detail atau rinci.
Dengan demikian guru harus menjaga suasana agar
investigasi tidak berhenti di tengah jalan. Dapat disimpulkan, bahwa investigasi
ialah proses penyelidikan yang dilakukan seseorang, dan selanjutnya orang
tersebut mengkomunikasikan hasil perolehannya, dapat membandingkannya dengan
perolehan orang lain, karena dalam suatu investigasi dpat diperoleh satu atau
lebih hasil. Sedangkan investigasi kelompok ialah setrategi belajar kooperatif
yang menempatkan siswa ke dalam kelompok untuk melakukan investigasi terhadap
suatu topik.
2.3.2
Ciri-Ciri
Model Pembelajaran Investigasi Kelompok (Group Investigation)
Para siswa bekerja dalam kelompok- kelompok kecil
dan memiliki independensi terhadap guru. Dinamika belajar kelompok (the dynamic
of the learning group), menunjukkan suasana yang menggambarkan sekelompok
saling berinteraksi yang melibatkan berbagai ide dan pendapat serta saling
bertukar pengalaman melalui proses saling berargumentasi.
2.3.3
Pelaksanaan
Model Pembelajaran Investigasi Kelompok (Group Investigation)
Seleksi topik Pengorganisasian kelompok, guru
membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang anggotanya heterogen. Tahap
identifikasi topik, dimana siswa menentukan subtopik dari sebuah wilayah
masalah umum yang biasanya digambarkan dulu oleh guru.
Para
siswa beserta guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan
tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah di
pilih.
2.
Pelaksanaan investigasi
Para
siswa melaksanakan rencana yang telah di rumuskan sebelumnya.
Siswa
membuat laporan kerja kelompok dan dipersentasikan didepan kelas.
2.3.4
Langkah - langkah GI
Ada 5 (lima) sintaks /langkah/fase penting dalam
model pembelajaran kooperatif tipe group investigation, yaitu:
· Fase 1:
menggorganisasikan kelompok-kelompok kooperatif dan mengidentifikasi topik
Kedua tugas yang disebut di atas urutannya dapat
bervariasi, sesuai dengan situasi. Guru dapat terlebih dahulu mengorganisasikan
siswa ke dalam kelompok-kelompok kooperatif sebelum mengidentifikasi topik
pembelajaran, atau sebaliknya terlebih dahulu mengidentifikasi topik, baru
kemudian mengorganisasikan siswa ke kelompok-kelompok. Bergantung pada topik
yang dipilih pada fase 1, maka adalah sangat penting untuk melakukan
kegiatan-kegiatan yang dapat membangun kekompakan tim (kelompok), sehingga
terbentuk solidaritas dan kohesi antar anggotanya. Perlu dicatat bahwa model pembelajaran
kooperatif tipe group investigation ini merupakan sebuah model pembelajaran
yang kompleks, yang berbeda sama sekali dengan model pembelajaran kooperatif
lainnya, di mana tingkat kooperasi antar anggota kelompok harus benar-benar
baik dan efektif. Agar apa-apa yang dilakukan oleh kelompok bermanfaat dan
efektif, maka setiap anggota kelompok harus produktif dan mempunyai hubungan
kooperasi yang baik satu sama lain.
· Fase 2:
Perencanaan Kelompok
Selama fase perencanaan kelompok, siswa harus
menentukan batasan/cakupan penyelidikan mereka, mengevaluasi sumber daya yang
mereka miliki, merencanakan suatu aksi/tindakan, dan menugaskan /memberikan
tanggung jawab yang berbeda kepada setiap anggota kelompok. Pada model
pembelajaran kooperatif yang lain, perencanaan kelompok jauh lebih mudah
dibanding perencanaan kelompok pada group investigation. Bila semua anggota
kelompok menyelidiki topik yang sama, tugas utama mereka pada fase ini adalah
menentukan bagaimana cara membagi informasi dasar yang telah mereka miliki
masing-masing. Jika anggota-anggota kelompok bertugas sendiri-sendiri untuk
menyelidiki sub-sub topik, maka keputusan penting pada fase perencanaan
ini adalah bagaimana mereka seharusnya berkoordinasi, dan membagi tugas siapa
yang akan bertanggungjawab terhadap informasi dasar, siapa yang mengumpulkan
data, siapa yang menganalisis, siapa yang mengkombinasikan sub-sub proyek
menjadi suatu keutuhan, serta siapa yang akan menulis laporan. Tugas-tugas
demikian tentu amat rumit dan tidak dapat dibagi secara tegas.
· Fase 3:
Mengimplementasikan penyelidikan (investigasi)
Kelompok-kelompok yang telah terorganisasi dengan
baik pada fase 2, dan topik yang telah diidentifikasi pada fase 1, serta telah
mempunyai rencana pemecahan masalah selanjutnya siap memasuki fase 3. Pada fase
ini setiap kelompok akan mengimplementasikan penyelidikan/inkuiri. Biasanya
fase 3 ini memerlukan waktu lebih panjang dari fase lainnya. Setiap kelompok
memerlukan banyak waktu untuk mendesain prosedur pengambilan data, mengambil
data, menganalisis, dan mengevaluasi data, dan mengambil kesimpulan. Menjaga
agar setiap kelompok dan anggota-anggotanya bekerja secara efektif dan
produktif, dapat saja sulit dilakukan karena kadang-kadang setiap
sub-proyek/proyek penyelidikan berbeda kebutuhan waktunya. Laporan-laporan
kemajuan setiap kelompok terhadap sub proyek/proyek penyelidikan mereka sangat
penting pada fase iniagar guru dapat mengkoordinasikan usaha-usaha setiap
kelompok dalam memecahkan masalah melalui penyelidikan mereka masing-masing.
· Fase 4:
Menganalasis hasil penyelidikan dan menyiapkan laporan
Saat siswa mengumpulkan informasi, maka informasi
tersebut perlu dianalisis dan dievaluasi. Guru dapat membantu proses ini dengan
beberapa cara. Salah satunya adalah dengan secara kontinyu memfokuskan
perhatian setiap kelompok pada pertanyaan atau masalah yang sedang diselidiki.
Pada penyelidikan-penyelidikan yang panjang, siswa dapat saja kehilangan arah
terhadap fokus pembelajaran/studi mereka. Cara lain untuk membantu siswa adalah
dengan membantu mereka menganalisis hasil dengan meminta mereka agar selalu
membagi penemuan-penemuan mereka terhadap anggota-anggota kelompoknya. Atau,
guru dapat pula meminta siswa bereksperimen dengan berbagai cara dalam
memberikan display data, bentuk diagram, dan tabel-tabel, sehingga setiap
anggota dapat memahami hubungan antar data yang telah mereka kumpulkan.
· Fase 5:
Mempresentasikan hasil penyelidikan
Pada fase kelima ini ada dua tujuan yang harus
dilakukan. Pertama adalah mendesiminasikan informasi; yang kedua mengajarkan
kepada siswa bagaimana mempresentasikan informasi dengan jelas dan dengan cara
yang menarik. Format fase terakhir ini dapat sangat bervariasi, misalnya:
presentasi untuk seluruh kelas; presentasi untuk sebagian kelas saja;
presentasi dalam bentuk poster; demonstrasi; presentasi melalui rekaman video;
atau satasiun pusat belajar. Tugas siswa pada fase kelima ini amat bergantung
pada jenis informasi itu sendiri, jenis audiens, dan pembuatan presentasi
informasi secara menarik. Tugas-tugas pada fase kelima ini sangat berguna bagi
hidup mereka kelak ketika terjun langsung ke masyarakat, dan sering tidak
dipelajari pada kelas-kelas konvensional/tradisional.
2.3.5
Kelebihan
dan Kekurangan Group Investigation (GI)
Setiap metode atau model
pembelajaran pasti mempunyai ciri khas sendiri, mempunyai kelebihan dan
kekurangannya masing-masing. Dan berikut ini beberapa kelebihan dan kekurangan
dari pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI). Kelebihan :
Pembelajaran kooperatif ini
terbukti lebih unggul dalam meningkatkan hasil belajar siswa dibandingkan
dengan model-model pembelajaran individual yang digunakan selama ini.
Keunggulan itu dapat dilihat pada kenyataan sebagai berikut :
1. Peningkatan
belajar terjadi tidak tergantung pada usia siswa, mata pelajaran, dan aktivitas
belajar.
2. Pembelajaran
kooperatif dapat menyebabkan unsur-unsur psikologis siswa menjadi terangsang
dan lebih aktif. Hal ini disebabkan oleh adanya rasa kebersamaan dalam
kelompok, sehingga mereka dengan mudah dapat berkomunikasi dengan bahasa yang
lebih sederhana.
3. Pada
saat berdiskusi fungsi ingatan dari siswa menjadi lebih aktif, lebih
bersemangat dan berani mengemukakan pendapat.
4. Pembelajaran
kooperatif juga dapat meningkatkan kerja keras siswa, lebih giat dan lebih
termotivasi.
5. Penerapan
pembelajaran kooperatif dapat membantu siswa mengaktifkan kemampuan latar
belakang mereka dan belajar dari pengetahuan latar belakang teman sekelas
mereka (Nur, 1998:9)
6. Siswa
dapat belajar dalam kelompok dan menerapkannya dalam menyelesaikan tugas-tugas
kompleks, serta dapat meningkatkan kecakapan individu maupun kelompok dalam
memecahkan masalah, meningkatkan komitmen, dapat menghilangkan prasangka buruk
terhadap teman sebayanya dan siswa yang berprestasi dalam pembelajaran
kooperatif ternyata lebih mementingkan orang lain, tidak bersifat kompetitif,
dan tidak memiliki rasa dendam (Davidson dalam Noornia, 1997:24)
7. Dapat
menimbulkan motivasi siswa karena adanya tuntutan untuk menyelesaikan tugas.
1. Pembelajaran
dengan model kooperatif tipe GI hanya sesuai untuk diterapkan di kelas tinggi,
hal ini disebabkan karena tipe GI memerlukan tingkatan kognitif yang lebih
tinggi.
2. Kontribusi
dari siswa berprestasi rendah menjadi kurang dan siswa yang memiliki prestasi
tinggi akan mengarah pada kekecewaan, hal ini disebabkan oleh peran anggota
kelompok yang pandai lebih dominan.
3. Adanya
pertentangan antar kelompok yang memiliki nilai yang lebih tinggi dengan
kelompok yang memiliki nilai rendah.
4. Untuk
menyelesaikan materi pelajaran dengan pembelajaran kooperatif akan memakan
waktu yang lebih lama dibandingkan pembelajaran yang konvensional, bahkan dapat
menyebabkan materi tidak dapat disesuaikan dengan kurikulum yang ada apabila
guru belum berpengalaman.
5. Guru
membutuhkan persiapan yang matang dan pengalaman yang lama untuk dapat
menerapkan belajar kooperatif tipe GI dengan baik.
1.
Cooperative Learning mengacu pada
kelompok kecil yang melibatkan siswa dalam kelompok yang terdiri dari 4 (empat)
siswa yang mempunyai kemampuan yang berbeda (Slavin, 1994), dan ada yang
menggunakan ukuran kelompok yang berbeda-beda.
2.
Khas Cooperative Learning yaitu siswa
ditempatkan dalam kelompok-kelompok koperatif dan tinggal bersama dalam satu
kelompok untuk beberapa minggu atau beberapa bulan. Sebelumnya siswa tersebut
diberi penjelasan atau diberi pelatihan tentang bagaimana dapat bekerja sama
yang baik dalam hal:
·
Bagaimana menjadi pendengar yang baik
·
Bagaimana memberi penjelasan yang baik
·
Bagaimana cara mengajukan pertanyaan
dengan benar dan lain-lainnya.
3.
TGT merupakan salah satu
tipe pembelajaran kooperatif yaitu pertandingan permainan tim, siswa memainkan
permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh tambahan poin pada
skor tim mereka. Permaianan disusun atas pertanyaan-pertanyaan yang relevan
dengan pelajaran yang dirancang untuk mengetahui pengetahuan yang diperoleh
siswa dari penyampaian pelajaran di kelas dan kegiatan-kegiatan kelompok.
Dalam
konteks pembelajaran, agar guru dapat melaksanakan tugasnya secara
profesional, maka guru perlu memahami dan memliki keterampilan yang memadai
dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran yang efektif, kreatif dan
menyenangkan, sebagaimana diisyaratkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan. Pada dasarnya guru dapat secara kreatif mencobakan dan
mengembangkan model pembelajaran tersendiri yang khas, sesuai dengan kondisi
nyata di tempat kerja masing-masing, sehingga pada gilirannya akan muncul model-model
pembelajaran versi guru yang bersangkutan, yang tentunya akan semakin
memperkaya khasanah model pembelajaran yang telah ada. Model pembelajaran dari
guru di suatu sekolah dapat saja berbeda dengan model pembelajaran dari guru di
sekolah lain meskipun dalam persepsi pendekatan dan metode yang sama. Oleh
karena itu, guru perlu menguasai dan menerapkan model pembelajaran tertentu
yang di dalamnya terdapat pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran.
Arends,
Richard I. 2008. Learning to Teach. Edisi
Ketujuh/Buku Dua. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Trianto. 2011. Mendesain
Model Pembelajaran Inovatif – Progresif. Jakarta : Kencana